Selasa, 13 November 2012

TUGAS TEORI AKUNTANSI - LIABILITAS


resume ini dari berbagai sumber

 
LIABILITAS

1.  DEFINISI DAN KARAKTERISTIK
Kewajiban merupakan hutang masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan megankibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. (paragraph 62), IAI (1994)
Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan yang mungkin timbul karena kewajiban suatuan usaha pada saat ini untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada satuan-satuan usaha lain di masa depan sebagai hasil dari peristiwa masa lalu. (FASB, SFAC NO. 6)
Dari definisi yang dikemukakan FASB di atas, pengertian hutang memiliki dua komponen utama yaitu :
·         Adanya kewajiban sekarang dalam bentuk pengorbanan manfaat ekonomi di masa mendatang dari penyerahan barang atau jasa.
·         Berasal dari transaksi/peristiwa masa lalu (telah terjadi).
Karakteristik-karakteristik spesifik dari kewajiban adalah sebagai berikut:
1.       Kewajiban itu harus ada pada saat ini. Saat ini, yaitu yang dilihat muncul dari beberapa transaksi atau kejadian masa lalu.
2.       Kewajiban atau tugas yang setara atau konstruktif harus dimasukkan jika hal itu didasarkan pada keperluan untuk membuat pembayaran masa depan guna mempertahankan hubungan bisnis yang baik atau jika hal itu sesuai dengan praktik bisnis yang normal.
3.       Harus tidak ada atau sedikit kebebasan untuk menghindari pengorbanan masa depan. Tidak perlu bahwa jumlah kewajiban itu diketahui secara pasti selama kewajiban masa depan itu mungkin sekali.
4.       Lazimnya, harus ada nilai jatuh tempo yang dapat ditentukan atau perkiraan untuk pembayaran suatu jumlah yang ditentukan oleh estimasi layak akan diwajibkan pada suatu waktu tertentu di masa depan, sekalipun ketentuan waktu yang tepat belum diketahui saat ini. Waktu pembayaran dapat diperpanjang dengan menggantikannya dengan kewajiban baru, atau kewajiban itu dapat diakhiri dengan mengkonversinya menjadi ekuitas pemegang saham. Perpanjangan yang berulang atau konversi dari utang tidak mengubah klasifikasi awalnya sebagai suatu kewajiban.
5.       Biasanya, pihak yang dibayar harus diketahui atau diidentifikasikan baik secara spesifik atau sebagai suatu kelompok. Akan tetapi, selama yang dibayar akan menjadi dapat diidentifikasikan pada tanggal penyelesaian, tidak perlu si pembayar mengetahui identitas dari yang dibayar atau bahwa kreeditor meneguhkan klaim itu atau mempunyai pengetahuan tentang itu pada saat ini.

Kontrak Mengofset Tanpa Kondisi
          Dalam SFAS 87, FASB telah mengizinkan kewajiban pendiun diofsetka oleh dana pensiun di neraca perusahaan yang mensponsori. Yang paling baik, jumlah selisih ditampakkan.
          Menurut pendapat Hendrikson, praktik untuk hanya mencatat jumlah selisih kurang baik karena hal itu mengamsumsikan bahwa total jumlah dari hak dan kewajiban perusahaan tidak relevan untuk prediksi dan keputusan dari investor dan kreditor. Tetapi total jumlah ini relevan, karena pemakai laporan dapat mempunyai pengharapan yang berbeda tentang nilai hak-hak di dalam kontrak atau tentang efek pengeluaran kas yang terikat.

2.  PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
  1. Pengakuan
Pengakuan mengikuti aturan standar dari SFAC 5 yang menyatakan bahwa suatu kewajiban harus diakui sebagai kewajiban apabila memenuhi empat kriteria umum, yaitu:
1.      Memenuhi definisi suatu kewajiban
2.      Dapat diukur
3.      Relevan
4.      Dapat diandalkan
Tujuan dari penilaian kewajiban adalah bahwa pengukuran kewajiban harus memungkinkan penyajian informasi kepada investor dan kreditor sebagai sarana untuk meramalkan arus kas. Tujuan lain mencakup penilaian sebagai dasar untuk perbandingan laba antar periode dan antar perusahaan, dan sebagai perbandingan dari klaim beberapa pemegang ekuitas.
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan harus di evaluasi atas dasar kaidah pengakuan. Empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban, yaitu:
a.    Ketersediaan dasar hukum
Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung definisi kewajiban tadi. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif hanya keharusan konstruktif atau demi kedilan.
b.    Keterterapan konsep dasar konservatisma
Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan aset tidak.
c.    Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Dalam hal ini, kewajiban dapat atau bahkan harus diakui jika secara substantif sewaguna tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran. 
d.   Keterukuran nilai kewajiban
Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Oleh karena itu, adanya kepastian mengenai jumlah rupiah dapat memicu diakuinya suatu kewajiban. Jika pengukuran suatu pos kewajiban bersifat sangat subjektif dan arbitrer, pada umumnya pos tersebut tidak diakui.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi. Hal ini berkaitan dengan penentuan saat pengakuan kewajiban. Hendriksen dan Van Breda menunjukkan saat–saat untuk mengakui kewajiban yaitu:
a.    Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat. Dalam hak kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu pihak memanfaatkan/menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya.
b.    Bersamaan dengan pengakuan biaya jika barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
c.    Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d.   Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akruan.
Keempat kaidah tersebut di atas sebagai bukti teknis dan ketentuan saat pencatatan pada umumnya mudah diidentifikasi dan diterapkan untuk keharusan kontraktual, konstruktif, dan demi keadilan.
Pengakuan Kewajiban Bergantung
Untuk keharusan bergantung (khususnya rugi bergantung yang menimbulkan kewajiban), kaidah pengakuan keempat (keterukuran nilai kewajiban) dan pasti setidaknya pengorbanan sumber ekonomik masa datang akan terjadi menimbulkan masalah pengakuan. Oleh karena itu, diperlukan ketentuan yang lebih tegas untuk mengakui kewajiban yang berkaitan dengan rugi bergantung. FSAB memberi contoh keadaan–keadaan kebergantungan rugi  yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut:
-       Ketertagihan piutang usaha
-       Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk
-       Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
-       Ancaman penambilan set oleh pemerintah
-       Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan
-       Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin   (possible) terjadi
-       Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asurnsi kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi
-       Jaminan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit
-       Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait yang telah dijual

  1. Pengukuran
Pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan dalam transaksi–transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Jadi, konsep dasar penghargaan berlaku baik untuk aset mupun untuk kewajiban. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajban yang tidak akan sama dengan jumlah pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa datang.
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang dinyatakan dalam satuan nominal. Dengan kata lain, hal itu biasanya melibatkan pembayaran sejumlah uang kas. Dalam semua kasus, penilaian saat ini dari utang adalah nilai sekarang yang didiskontokan dari jumlah yang terutang di masa depan. Karena kewajiban lancar pada umumnya harus dibayarkan dalam jangka pendek, jumlah diskonto biasanya tidak material dan jumlah kewajiban itu dapat disajikan pada nilai nominal (jumlah utang di masa depan).
Dalam kasus keweajiban jangka panjang, jumlah diskonto biasanya signifikan dan karenanya penilaian masa berjalan harus berupa nilai yang didiskontokan dari semua pembayaran masa depan yang akan dilakukan sesuai dengan kontrak itu.
Kewajiban lancar nonmoneter adalah kewajiban untuk memberikan barang atau jasa dalam jumlah dan kualitas tertentu. Hal itu biasanya berasal dari pembayaran di muka untuk jasa oleh pelanggan. Kewajiban moneter dinyatakan dalam satuan harga yang ditentukan lebih dahulu atau yang disepakati untuk barang atau jasa spesifik. Jadi, nilai moneter dari barang dan jasa itu dapat berubah, tetapi kuantitas dan kualitasnya tidak.
ARB 43, secara spesifik memasukkan di dalam kewajiban lancar, uang muka untuk penyerahan barang atau pelaksanaan jasa dalam kegiatan operasi yang normal. Perlakuan uang muka sebagai kewajiban lancar benar karena dua alasan:
1.      Uang muka itu adalah transaksi pendanaan masa berjalan dan bukan tranasaksi penghasilan pendapatan. Meskipun alasan lain dapat mengakibatkan adanya uang muka itu, seperti suatu upaya untuk menghindarkan kerugian piutang tak tertagih, hasilnya adalah suatu bantuan dalam pendanaan operasi perusahaan bersangkutan.
2.      Kewajiban untuk memberikan barang atau jasa umumnya merupakan bagian dari operasi berjalan.
               

  1. Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha sehingga bebas dari kewajiban tersebut. Pelunsan biasanya pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus, tiada atau lenyap secara langsung. Beberapa kewajiban menjadi batal atau kesatuan usaha menjadi bebas dari kewajiban lantaran penghapusan seluruhnya/sebagian, kompromi, penimbulan/pengakuan kewajiban baru/pengganti, pengambilalihan kewajiban oleh pihak lain atau restrukturisasi utang. FASB menentukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban sebagai berikut:
a.       Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang.
b.       Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang baik keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor tidak akan diharuskan melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan utang.
c.       Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwakilan yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.

Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial, barang atau jasa. pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas, barang atau jasa debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya, aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima dianggap untuk melinasi utangnya.

Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang.
Terdapat pandangan terhadap untung atau rugi apabila utang dilunasi sebelum jatuh tempo yang akan menimbulkan nilai selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan. Dalam hal untung, tia dianggap sebagai jumlah rupiah kredit yang menunjukkan semacam suatu sumbangan atau donasi oleh satu kelompok investor (kreditor) kepada kelompok investor lainnya (pemegang saham). Dalam hal rugi, tia dianggap sebagai berkurangnya hak atas laba ditahan.
Terdapat tiga sifat yang merupakan akibat transaksi atau kejadian untung atau rugi, yaitu:
1.         Sangat berbeda dengan kegiatan operasi rutin kesatuan usaha.
2.         Tidak diharapkan akan sering terjadi.
3.         Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan.
Terdapat tiga perlakuan alternatif untuk selisih dalam pelunasan dengan pendanaan, yaitu:
1.    Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali.
2.    Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan.
3.    Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi tahun bersangkutan.

Utang Terkonversi
Utang terkonversi atau konvertibel merupakan salah satu instrumen finansial yang biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas. Hal ini mengandung arti bahwa pemegang instrumen mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal yang terlalu rendah dibanding tingkat bunga umum.
Obligasi terkonversi biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.    Tingkat bunga nominal jauh di bawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang setara.
2.    Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3.    Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham.
Karena bersifat kewajiban dan ekuitas, terdapat dua masalah pada saat pengakuan utang terkonversi, yaitu:
1.    Harga penerbitan harus dipecah menjadi porsi yang merepresentasi utang.
Pandangan ini didasarkan atas pemikiran sebagai berikut:
a.     Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan sifat hak opsi atau waran.
b.    Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa (tanpa hak konversi) dapat diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk mengimplementasi pemisahan tersebut.
c.     Tujuan penerbitan utang konversi yang sebenarnya adalah pendanaan dengan ekuitas.
2.       Harga penerbitan tidak dipecah dan utang terkonversi dianggap utang semata-mata.
Pandangan ini didasarkan atas pemikiran sebagai berikut:
a.     Utang obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b.    Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan kedua komponen (utang dan hak konversi).

Pembebasan Substantif
Kewajiban dapat dianggap lenyap bila debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian dan aliran kas dari asset tersebut akan cukup untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok pinjaman. Jadi, pada saat tidak ada lagi keharusan membayar, telah terjadi pembebasan substantif.
Dalam standar FASB, menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substantif, kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau kriteria kritis sebagai berikut:
1.    Debitor tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum hanya lantaran perusahaan menempatkan aset ke dalam suatu perwalian.
2.    Untuk pelunasan kewajiban, sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang ditempatkan dalam perwalian.
3.    Kreditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset dalam perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan perwalian tersebut.
4.    Kalau ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk membayar pokok dan bunga pinjaman, debitor dapat menggunakan kelebihan tersebut. Hal ini berarti dalam perwalian masih dikuasai oleh debitor.
5.    Kreditor ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak pembentukan dana pembebasan utang.
Debitor tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset karena manfaat aset tersebut masih melekat pada debitor meskipun debitor telah lelah mengakuinya sementara itu kreditor juga tidak mengakuinya sebagai aset sehingga praktis aset tersebut masih dikuasai oleh debitor.

Dasar atau Atribut Penilaian Kewajiban
Basis (atribut) Penilaian
Keterangan
Contoh Pos Yang Berpaut
Harga pasar sekarang




Nilai pelunasan neto





Nilai diskunan aliran kas masa datang
Berbagai kewajiban yang melibatkan komoditas dan surat–surat berharga.


Berbagai kewajiban yang melibatkan jumlah rupiah yang cukup pasti tetap waktu pelunasannya tidak cukup pasti.

Kewajiban moneter jangka panjang jumlah rupiah maupun saat pembayaran cukup pasti. 
Kewajiban penerbit opsi sebelum jangka opsi habis dan beberapa kewajiban pedagang efek.

Utang usaha, utang garansi, dan utang wesel jangka pendek.



Utang obligasi, dan utang wesel jangka panjang.



3.  PENILAIAN
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain, penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut Penilaian Menurut FASB
a.       Nilai pasar sekarang (current market value)
b.       Nilai pelunasan neto (net settlement value)
c.       Nilai diskunan aliran kas masa datang (discounted value of future cash flows)

4.  PENYAJIAN
Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. Aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang. Semua kewajiban diklasifikasi sebagai jangka pendek bila:
1.       Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau
2.       Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang, walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca, apabila:
1.       Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan.
2.       Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka panjang.
3.       Pembiayaan pendanaan jangka panjang didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau penjadualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan keuangan disetujui.

Hak Mengkompensasi
Kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau mengontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Kompensasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada transaksi yang menghubungkan antara debitor dan kreditor. Ada dua jenis kontrak, yaitu:
1.       Kontrak Bersyarat
Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yang belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrument keuangan.
2.       Kontrak Pertukaran
Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban di masa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja.
Hak mengontra adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi uang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor.
Hak mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
1.       Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah rupiah tertentu.
2.       Pihak pelapor mempunyai hak mengontra jumlah yang diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
3.       Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra.
4.       Hak mengontra terpaksakan secara hukum.